Inovasi KPR untuk Warga Berpenghasilan Rendah, Cicilan Rp1 Juta per Bulan

Upaya Pemerintah dan BUMN untuk Menurunkan Cicilan KPR

Peningkatan serapan sektor perumahan di Indonesia menghadapi tantangan utama berupa angsuran kredit perumahan yang dinilai terlalu tinggi. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) terus berinovasi agar cicilan KPR bisa mencapai angka Rp1 juta. Inisiatif ini bertujuan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap rumah.

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menjelaskan bahwa diperlukan inovasi dalam produk dan skema pembiayaan yang lebih murah. Tujuannya adalah menekan beban angsuran konsumen agar semakin banyak orang ingin membeli rumah. Ia menegaskan bahwa fokus utama adalah pada besaran cicilan. Dengan tenor yang lebih panjang, cicilan bisa mencapai Rp1 juta per bulan.

Menurutnya, jika angsuran kepemilikan rumah melebihi 30% dari penghasilan masyarakat menengah ke bawah, maka sulit bagi mereka untuk merealisasikan pembelian rumah. Misalnya, jika seseorang memiliki penghasilan Rp5 juta, batas maksimum cicilan yang diperbolehkan oleh bank adalah Rp1,5 juta. Oleh karena itu, untuk menjangkau masyarakat dengan penghasilan lebih rendah, tenor harus diperpanjang.

Dalam upaya menurunkan beban cicilan, dua aspek penting harus diperhatikan: efisiensi harga rumah dan pembiayaan. Pemerintah berupaya menyediakan rumah dengan harga yang sesuai, sambil juga membuat skema pembiayaan yang lebih fleksibel. Hal ini dilakukan melalui program FLPP maupun subsidi bunga.

Selain itu, pemerintah juga sedang mempertimbangkan penyesuaian harga rumah subsidi agar tidak terlalu jauh dari harga rumah untuk masyarakat berpenghasilan menengah. Saat ini, harga rumah subsidi berada di kisaran Rp166 juta. Namun, karena nilai material dan bahan baku yang semakin mahal, pemerintah mengusulkan adanya penyesuaian harga.

Diharapkan nantinya, kualitas antara rumah bersubsidi dan rumah berpenghasilan menengah tidak terlalu jauh berbeda. Ini akan membantu masyarakat merasa lebih nyaman dalam memilih jenis rumah yang sesuai dengan kemampuan finansial mereka.

Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Nixon LP Napitupulu, menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang berupaya meningkatkan permintaan KPR dengan menurunkan angsuran per bulan. Salah satu caranya adalah dengan memperpanjang tenor angsuran hingga 20-30 tahun. Dengan demikian, angsuran per bulan bisa turun sebesar Rp100.000 hingga Rp200.000.

Ia menambahkan, langkah ini sangat berarti bagi masyarakat bawah yang memiliki keterbatasan pendapatan. Dengan angsuran yang lebih rendah, harapan peningkatan penjualan rumah bisa tercapai.

Selain itu, BTN juga berupaya memangkas biaya-biaya awal yang ditanggung konsumen saat melakukan proses KPR. Beberapa biaya seperti PPN dan BPHTB telah dihapuskan oleh pemerintah, sehingga mempermudah dan mempermurah proses kepemilikan rumah.

Plt Direktur Utama Perum Perumnas, Tambok Setyawati, menyatakan bahwa prospek kepemilikan rumah dengan skema KPR subsidi maupun nonsubsidi sangat tinggi. Namun, diperlukan inovasi dalam produk keuangan yang diberikan oleh perbankan agar serapan optimal.

Ia berharap BTN segera merampungkan produk pembiayaan KPR yang kompetitif, sehingga bisa diakses oleh masyarakat menengah dan MBR. Sebagai contoh, proyek Perumnas Samesta Pasadana saat ini sudah berhasil menjual 1.500 unit dari total 2.800 unit yang direncanakan. Prospeknya sangat bagus, terutama karena akses transportasi yang mendukung, seperti kereta api dan exit tol.